Menabur Data Pribadi ke Publik Tanpa seperti Memutar Telapak Tangan


VIVA â Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menegaskan bahwa data awak tidak boleh sembarangan disebar ke publik. Artinya, harus ada syarat berupa izin jika sebuah keterangan sensitif dapat dipublikasi, dan tanpa seperti memutarbalikkan telapak tangan. Dalam sinilah yang masih menjadi perdebatan.
“Ketika seseorang menginstall aplikasi di ponselnya, apakah dia bisa dikatakan sudah informed consent ? Itu dengan masih jadi perdebatan. Level consent -nya serupa apa, ” kata Deputi Penasihat Riset ELSAM, Wahyudi Djafar, era melakukan Rapat Dengar Pendapat Ijmal mengenai Perlindungan Data Pribadi secara Komisi I DPR, Kamis, 9 Juli 2020.
Dia juga menjelaskan peraturan perundang-undangan pelestarian data pribadi di beberapa negeri, termasuk Uni Eropa dengan GDPR, ada persyaratan soal persetujuan itu. Pertama adalah consent harus diberikan dengan bebas dan murni, sehingga subyek data atau si pemilik bahan, tahu dan sadar jika menyerahkan persetujuan.
Berikutnya adalah spesifik. Wahyudi menjelaskan permintaan persetujuan dari yang meminta itu harus transparan dan tidak boleh ambigu. Permintaan persetujuan selalu harus jelas termasuk dalam kaidah dan bisa dimengerti.
“Bahwa apakah install bisa dimaknai consent , belum tentu. Karena, subyek data tak akan kemudian berpikir bahwa itu consent . Dia hanya berpikir kalau dirinya pantas menginstall, ” ungkapnya.
Wahyudi menambahkan persetujuan harus didasari beberapa hal. Misalnya, data apa saja yang diambil dan disimpan berapa lama. Namun sayang, menurutnya, banyak subyek data yang tidak membaca kontrak yang sering tersedia di beberapa platform.
“Sayangnya seringkali jiwa user , subyek data, tidak pernah membaca tersebut. Akhirnya ada privacy by default . Dari pangkal mengarahkan bahwa platform digital akan menerapkan prinsip pemrosesan data karakter, ” jelas dia.